Caption: Ketua Umum Perkumpulan Advocaten Indonesia (PAI) DR. Sultan Junaidi, MH (Foto: Istimewa)
LAMPUNG, (FN) – Praktisi Hukum yang juga Ketua Umum Badan Pimpinan Pusat Perkumpulan Advocaten Indonesia (BPP PAI) DR. Sultan Junaidi, MH menilai sudah tepat langkah masyarakat lima keturunan kampung Bandar Dewa, Kecamatan Tulangbawang Tengah, kabupaten Tulangbawang Barat, Provinsi Lampung selaku pemilik tanah/ahli waris sah seluas 1.470 Ha di Pal 133-139 Omboelan Bawang Berak jika menduga ada sindikat mafia tanah yang bermain dalam proses Hak Guna Usaha (HGU).
Berikut penuturan lengkap DR. Sultan Junaidi, MH dalam tanggapan tertulisnya, Minggu (5/9/2021).
Terkait persoalan tersebut, kata Junaidi, jika kita berpedoman pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3) diatur bahwa:
“Bumi dan Air dan Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Jadi hak menguasai yang dimiliki oleh Negara, memberikan wewenang kepada Negara untuk :
Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan Bumi dan Air.
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan Bumi dan Air.
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan Hukum yang mengenai Bumi dan Air.
Negara menentukan adanya macam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan kepada dan atau dimiliki oleh orang dan juga badan hukum.
Berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria (UU Agraria), terdapat delapan (8) hak-hak atas tanah antara lain : Hak milik, Hak guna usaha (HGU), Hak guna bangunan (HGB), Hak pakai, Hak sewa, Hak membuka tanah dan Hak memungut hasil hutan.
Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.
Sultan Junaidi melanjutkan, tentunya saya akan menjelaskan terlebih dahulu terkait apa itu hak milik dan HGU, yakni:
Pertama, Hak milik
Sifat dari hak milik adalah : hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik tidak memiliki jangka waktu, berbeda Dengan hak tanah lainnya.
Adapun yang dapat memiliki hak milik adalah : Warga Negara Indonesia, serta badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Berdasarkan Pasal satu (1) peraturan Pemerintah No. 38 tahun 1963 tentang penunjukan Badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah.
Adapun badan-badan hukum yang dapat memiliki hak milik atas tanah diantaranya : Bank-Bank Negara, Perkumpulan Koperasi Pertanian, Badan-badan Keagamaan serta Badan-badan Sosial.
Hak milik tidak memiliki jangka waktu, namun hapusnya hak milik dapat terjadi dalam hal tanah tersebut jika ; Musnah, Terjadi pencabutan hak atau Pemiliknya menyerahkan tanahnya secara sukarela
Pemilik hak milik, berhak untuk mengalihkan tanahnya dengan cara : Jual – Beli, Penukaran, Hibah serta Waris (melalui wasiat) dan perbuatan pengalihan hak lainnya.
Namun pemilik hak milik juga bisa menjadikan tanah hak milik sebagai jaminan atas hutang dengan pemberian hak tanggungan.
Kedua, Hak Guna Usaha (HGU)
Apa itu HGU, HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. HGU dapat dimiliki dengan jangka waktu paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
HGU dapat dimiliki oleh warga Negara Indonesia dan badan-badan hukum Indonesia yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Kemudian Hak Guna Usaha (HGU) juga akan hapus karena;
Pertama, Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi,
Kedua, Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.
Selanjutnya, Dicabut untuk kepentingan umum.
Berikutnya, Ditelantarkan.
Terakhir yang kelima, Tanahnya musnah.
Kemudian dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2021, “Tentang Hak Pengelolaan, hak atas tanah, satuan rumah susun dan pendaftaran tanah”.
Bab III (tiga rumawi) dalam Pasal Lima (5) Ayat (1) dan Auat (2) berbunyi :
Ayat 1. Hak pengelolaan yang berasal dari tanah Negara diberikan kepada : Instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Badan Hukum Milik Negara/Badan Hukum Milik Daerah, Badan Bank Tanah, atau Badan Hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.
Ayat 2. Hak pengelolaan yang berasal dari tanah ulayat di tetapkan kepada masyarakat hukum adat.
Kalau melihat dari pada Regulasi yang ada, dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yakni Pasal 33 Ayat (3).
Kemudian apabila tanah tersebut dapat di buktikan kepemilikannya oleh ahli waris, maka Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah tidak boleh semena-mena mengeluarkan HGU tanah milik masyarakat.
Jika hal itu terjadi maka pemilik tanah dapat melakukan upaya hukum apakah melalui badan peradilan. Dan apabila kemudian pemilik tanah/ahli waris menduga ada sindikat mafia tanah yang bermain dalam proses HGU tersebut, maka pemilik dapat juga menempuh secara Hukum Pidana yaitu melaporkan perihal tersebut kepada satgas mafia tanah di wilayah hukumnya, termasuk hingga mem PTUN-kan, tutupnya.
Sebelumnya, keluarga besar lima keturunan Bandar Dewa melalui Juru bicara sekaligus kuasa lima (5) keturunan Bandar Dewa, Achmad Sobrie menjelaskan bahwa keluarga besar merasa seperti dipermainkan setelah dalam kurun waktu 40 tahun terakhir melakukan beberapa upaya penolakannya terhadap perpanjangan HGU PT HIM, namun tidak juga mendapatkan ketegasan BPN Tulangbawang Barat (Tubaba). Akhirnya keluarga Bandar Dewa resmi menggugat Kementerian Agraria dan BPN Tubaba, untuk membatalkan putusan perpanjangan HGU dari PT HIM di Tubaba ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandar Lampung.
“Gugatan ini dilakukan lantaran PT HIM telah merampas tanah adat milik Lima keturunan bandar dewa sejak empat puluh tahun yang lalu,” terang Sobrie di area PTUN Bandar Lampung. Kamis (2/9/2021) lalu.
Menurut Sobrie, Permasalahan ini timbul sejak PT HIM mulai berdiri dilahan milik keluarga besar mereka. Dan pihaknya juga sudah mempermasalahkan penerbitan HGU itu.
“Namun sampai hari ini masih diperpanjang,” kata Sobrie.
Diketahui, sejak tahun 1983 sampai sekarang keluarga besar lima keturunan Bandar Dewa terus berjuang demi mengembalikan seluruh kepemilikan tanah seluas 1.470 Ha di Pal 133-139 Omboelan Bawang Berak kepada keluarga lima keturunan Bandar Dewa sesuai dengan Soerat Keterangan Hak Kekoeasaan Tanah Hoekoem Adat Nomor : 79/ Kampoeng/ 1922 yang di daftarkan ke Pesirah Marga Tegamoan dan diperkuat dengan Penetapan Pengadilan Agama Kota Metro Nomor: 0163/ Pdt. P/ 2020 PA. Mt Tanggal 04 Januari 2021 hingga Nomor: 002/ Pdt. P/ 2021/ PA. Mt Tanggal 05 Februari 2021.