Komunitas Diseminasi Hijau Itu Kita yang digawangi Mochammad Nashir Badri dan kawan-kawan kembali menggelar even Gen-Z Music&Talks bertema Eco Friendly Seri Kedua pada Minggu (30/7/2023), bertempat di Hijau Itu Kita Center (02) di Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung.
Serupa dengan even yang sama pada seri pertama (15/7/2023), acara ini memberi ruang diskusi dan ekspresi musik kepada pada Gen Z untuk mengupas, tukar menukar informasi, mengasah wawasan, dan menyampaikan gagasan terkait topik-topik pelestarian lingkungan dan alam, serta menampilkan ekspresi musik dengan genre yang diminati.
Dalam even kali ini, Nashir Badri dan kawan-kawan menyediakan ruang acara yang terlihat lebih artistik dengan sentuhan natural yang lebih kental, ditunjang dengan display lukisan-lukisan milik perupa terkenal, Dana E Rahmat.
Awal Saptono, co producer dalam even ini menyatakan bahwa ruang dan fasilitas yang disediakan lebih ditekankan pada aspek kondusivitas yang dapat mendukung proses diskusi serta ekspresi yang ditampilkan oleh para Gen Z. Ruang terbuka, tumbuhan penunjang dan properti berbahan alam mendominasi ruang acara, dipadu dengan lukisan-lukisan bertema alam.
Even Gen Z Music&Talks bertema Eco Friendly seri kedua ini dihadiri lebih dari 25 audiens, sebagian besar adalah para Gen Z yang berstatus mahasiswa dari perguruan-perguruan tinggi di Bandar Lampung, seperti Unila, UTB, UIN, Teknokrat, dan Darmajaya.
Diskusi kembali dipandu oleh Yahya Nursasongko, seorang Gen Z berbakat yang mengajak para peserta fokus pada beberapa topik, yaitu; topik sejauh mana efek lanjutan dari gerakan influencer di media sosial yang berhasil mendorong gerakan massal pelestarian lingkungan seperti yang telah dilakukan oleh kelompok Pandawara beberapa waktu lalu, atau seperti yang tengah digencarkan oleh influencer Ikram Arfo untuk membersihkan lautan sampah secara massal di pesisir Bandar Lampung, besok (1/8). Topik berikutnya terkait efektivitas penerapan kantong plastik berbayar yang akhir-akhir ini berkembang. Dan, topik terakhir dari tiga sesi diskusi tersebut membahas tentang bentuk unjuk rasa peduli lingkungan yang ekstrim sebagaimana dilakukan oleh kelompok aktivis Just Stop Oil.
Dari ketiga topik yang dibahas, para Gen Z sama berpengharapan akan semakin baiknya peran pemerintah dan stakeholder terhadap proses-proses pembangunan yang berbasis eco friendly, yang dikongkritkan dengan bentuk kebijakan dan pelaksanaannya yang konsisten. Lebih lanjut, para Gen Z juga berkeinginan agar masyarakat semakin memiliki kepedulian dan self movement yang tinggi terhadap upaya-upaya menjaga dan melestarikan lingkungan.
Gerakan pembersihan sampah pesisir massal sebagai efek dari power of social media dinilai para Gen Z perlu untuk dijadikan momentum untuk mendorong kesadaran pemerintah dan masyarakat agar tidak ‘main-main’ dengan persoalan sampah rumah tangga. Dan masyarakat membutuhkan stimulus pemahaman dan penyadaran sehingga sebagai sumber sampah rumah tangga, masyarakat dapat berperan aktif sejak awal. Terkait sampah pesisir ini, salah seorang audiens acara, Taryo, yang merupakan aktivis kelautan, memberikan info tambahan bahwa sampah pesisir sebagian besar berasal dari daratan (permukiman) yang terbawa aliran sungai-sungai yang ada di wilayah Bandar Lampung.
Trend penerapan kantong plastik berbayar saat ini dinilai para Gen Z tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap upaya pengurangan pemakaian plastik masyarakat. Pasalnya, harga kantong plastik yang relatif murah, tidak begitu saja dapat mendorong penggunaan barang lain pengganti yang dapat digunakan berulang-ulang seperti tote bag. Akan hal ini, para Gen Z menilai efek penerapan kantong plastik berbayar malah lebih meningkatkan belanja masyarakat secara akumulatif, dan bahkan cenderung memberi keuntungan “sepihak” pada industri plastik. Gen Z berharap ada semacam stimulus yang kuat pada budaya masyarakat agar secara sadar mengurangi penggunaan kantong plastik.
Bahasan topik pola unjuk rasa para aktivis Just Stop Oil di Eropa justru dipandang para Gen Z sebagai gerakan ekstrim yang lebih memberikan efek kerugian pada masyarakat, meski pesan yang disampaikan terkait penghentian eksplorasi, pengembangan dan produksi bahan bakar fosil di Inggris. Unjuk rasa dilakukan dengan melakukan pemblokiran jalan-jalan utama termasuk jalan tol M25, menyela konser musik, mengganggu jalannya pertandingan olah raga, dan lain-lain. Para Gen Z menyatakan masyarakat kita tidak perlu melakukan pola unjuk rasa secara ekstrim, karena khususnya di Indonesia, unjuk rasa dengan pola yang lebih santun, terukur dan dialogis masih dinilai lebih efektif, di samping upaya-upaya lainnya dalam menyampaikan aspirasi dan kritik terhadap suatu kebijakan.
Dalam sesi eksplorasi musik yang dilakukan di sela-sela rehat diskusi, tampil Gen Z berbakat asal UKMBS Unila, Ahmad Musyaffa alias Wawak, yang mengintroduksi penampilannya dengan membawakan dua lagu instrumen klasik Lampung sebagai penggugah kesadaran budaya dan lingkungan para audiens. Kemudian berikutnya, Wawak piawai mengiringi ekspresi musik dan lagu dari para Gen Z yang larut dalam keceriaan. Tidak hanya lagu, Wawak juga memberikan ilustrasi musik pada pembacaan puisi berjudul “Hikayat Daun-daun Hijau” karya Edy Samudra Kertagama yang dibacakan oleh Gary, aktivis Mapala Unila.
Even kali ini terlihat lebih hidup dalam diskusi dan ekspresi, karena dihadiri oleh para Gen Z yang memiliki pengalaman diskusi dan aktivitas kemahasiswaan yang cukup. “Kita dapat melihat potensi para Gen Z berbakat yang mulai terbiasa melakukan data search untuk digunakan sebagai bahan diskusi, meski topik yang dibahas digulirkan secara spontan,” jelas Ahmad Nurhadi, penggiat Hijau Itu Kita yang kali ini berperan sebagai floor director acara.
Awal Saptono juga turut mengamini Nurhadi, dan menambahkan, “Adik-adik Gen Z berbakat ini penting untuk kita disupport dalam banyak aktivitas, karena potensinya. Saya melihat para Gen Z seperti Rama Wijaya (UTB), Candra Aditya (Unila), Aldo Winandar (UIN), Hafiz Julian Taris, Risky Nugroho, Yulita Indah Pratiwi (UTB) Fahila Anggraeni, dan Gen Z lainnya sangat memberi warna dalam diskusi dan ekspresi musik,” jelas Awal.
Di ujung acara, Nashir Badri, akrab dipanggil Bang Een, memberikan ulasan terkait jalannya diskusi dan ekspresi musik para Gen Z. “Performa kalian dalam even ini sangat memenuhi harapan kami, meski tetap masih ada kekurangan-kekurangan. Karakteristik Gen Z yang mau bekerja keras, ambisius, cakap berteknologi, semua nampak dalam diskusi dan ruang eskpresi. Oleh karenanya tidak berlebihan bila generasi kami memiliki harapan yang besar pada generasi kalian, agar kehidupan manusia Indonesia yang lebih berkualitas dapat kita capai di masa mendatang,” ungkap Nashir di hadapan para Gen Z.
Mochammad Nashir Badri, calon legislator Provinsi Lampung yang serius dengan upaya-upaya pembangunan masyarakat yang berkelanjutan ini, sangat menyadari bahwa isu peduli lingkungan hidup yang bersifat universal perlu ditanamkan dan dibudayakan kepada para Gen Z agar kerusakan dan potensi-potensi degradasi lingkungan dapat terus diminimalisir.
Komunitas Diseminasi Hijau Itu Kita juga kerap mengundang stake holder dalam even-evennya, agar diperoleh masukan konstruktif dalam pengembangan komunitas. Dalam even kali ini, turut hadir Apriyan Sucipto (aktivis kehutanan) dan Yuni Ratna Sari (akademisi, aktivis sosial).