Lampung – Dalam perkara dugaan perusakan papan bunga di Polres Lampung Timur yang dilakukan oleh Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, dan kawan-kawannya memasuki sidang ke-3 yang digelar di PN Lampung Timur.
Dalam persidangan ke-3 ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 2 orang saksi, yaitu Syarifudin bin Ahmad Junaidi sebagai saksi pelapor dan Wiwik Sutinah binti Slamet yang mengaku sebagai saksi korban, Selasa, 17/05/22.
Sebelum acara sidang dimulai, kedua saksi diminta untuk bersumpah di bawah Alquran oleh Hakim Ketua Dian Astuti, SH, MH, sesuai dengan agama dan kepercayaanya, untuk memastikan bahwa apa yang akan diterangkan dalam persidangan memang benar-benar yang dialami dan diketahui hingga dapat dipertanggungjawabkan di dunia maupun akhirat. Namun walau sudah disumpah, pernyataan yang dikeluarkan oleh saksi pelapor Syarifudin dan saksi korban Wiwik Sutinah banyak sekali ketidaksamaan, bahkan bertolak belakang dengan fakta kejadian.
Berikut antara lain kejanggalan dan ketidaksesuaian keteranganyang diberikan saksi dengan fakta lapangan.
1. BAP Syarifudin No. 06, dia mengatakan “Dapat saya jelaskan saya mengetahui tindak pidana tersebut karena saya melihat langsung peristiwa perusakan tersebut dan posisi saya pada saat itu mendokumentasikan kejadian peristiwa tersebut yang berjarak kurang lebih 3 meter. Selain itu saya mengetahui kejadian dari rekaman video milik saya yang telah beredar di media sosial”. Namun di persidangan, karena dicecar pertanyaan Penasehat Hukum Wilson Lalengke soal kepemilikan video itu, Syarifudin secara terpaksa mengakui bahwa video tersebut dia dapatkan dari kiriman istri, paman, dan dari WAG Polda Lampung.
2. Pada BAP No.10 Syarifudin ditanyakan tentang peran dari masing-masing para pelaku pada saat melakukan tindak pidana tersebut, dia menjelaskan; bahwa
(poin b) pelaku Edi Suryadi berperan mendorong papan bunga yang berada di depan pagar pintu gerbang Polres Lampung Timur dengan menggunakan tangan kanan sebelah kanan. Dan pada poin c katanya pelaku Sunarso berperan mendorong papan bunga yang berada di depan pagar pintu Polres Lampung Timur dengan menggunakan tangan kanan sebelah kanan.
Dari BAP tersebut, dia menerangkan bahwa posisi Edi Suryadi mendorong menggunakan tangan kanan dan berada di sebelah kanan. Begitu juga Sunarso mendorong menggunakan tangan kanan di sebelah kanan juga. Sedangkan dari rekaman video yang diperlihatkan oleh JPU di persidangan Edi Suryadi berada di sebelah kanan papan bunga dan Sunarso berada di sebelah kiri papan bunga. Hal itu menunjukkan bahwa Syarifudin tidak tahu persis saat kejadian perobohan papan bunga tersebut karena dia memang belum tiba di lokasi.
3. Selanjutnya, di BAP No. 27 penyidik memperlihatkan kepada Syarifudin dokumen foto barang bukti yakni papan bunga. “Apakah saudara mengenali barang bukti tersebut? Jelaskan!” tanya penyidik. Syarifudin menjawab: “Ya saya mengenalinya, dokumen foto barang bukti tersebut merupakan karangan papan bunga yang saya pasang bersama saudara Hengki Saputra pada hari jumat tanggal 11 maret 2022 sekira jam 09.30 wib di Polres Lampung Timur yang telah dilakukan pengerusakan oleh pelaku a.n Wilson Lalengke dkk.”
Dalam kesaksian di persidangan Syarifudin mengatakan tidak tahu siapa yang memasang papan bunga, sama seperti saat ditanyakan oleh Wilson Lalengke, siapa yang memasang pada saat kejadian perobohan papan bunga, saat itu Syarifudin juga mengatakan tidak tahu.
4. Di poin BAP lainnya, yakni nomor 38, penyidik mempertanyakan apakah saksi pelapor yang merupakan anggota Polres Lampung Timur itu mengenali para pelaku. “Saat ini saudara diperhadapkan dengan tersangka Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA; Edi Suryadi, Sunarso, apakah saudara mengenali orang-orang tersebut? Jelaskan!” Jawaban Syarifudin: “Setelah diperhadapkan dengan tersangka Wilson Lalengke, Edi Suryadi, Sunarso, saya mengenali orang-orang tersebut dan saya yakin benar orang-orang tersebut yang melakukan pengerusakan terhadap papan bunga ucapan selamat/dukungan yang terpasang di Kantor Polres Lampung Timur”.
Karena merasa tidak pernah dipertemukan dengan Syarifudin oleh penyidik Polres Lampung Timur, di persidangan Wilson Lalengke menanyakan kepada Syarifudin: “Kapan kita dipertemukan seperti dalam BAP nomor 38?” Syarifudin dengan raut muka kebingungan akhirnya menjawab: “Saat saya ambil dokumentasi dalam pertemuan PPWI dengan Kapolres”. Padahal Wilson Lalengke saat pertemuan audiensi itu belum berstatus tersangka.
Masih banyak lagi kejanggalan yang terlihat dari pengakuan Syarifudin saat di persidangan. Seperti, dia mengatakan bahwa rombongan PPWI saat merobohkan papan bunga berjumlah kurang lebih 50 orang, padahal dalam video yang ditunjukan oleh JPU hanya beberapa orang dan kemungkinan tidak lebih dari 20 orang.
Jadi, dari hasil BAP dan pernyataan di persidangan banyak sekali ketidaksamaannya sehingga diduga kuat Syarifudin ngibul dan keterangannya direkayasa alias bohong besar.
Begitu juga kesaksian saksi korban Wiwik Sutinah binti Slamet, banyak yang janggal, bahkan sangat kentara dia mengarang cerita fiktif belaka. Berikut beberapa poin saja yang dapat dituliskan di artikel ini.
1. BAP No. 11, Wiwik Sutinah diminta penyidik menceritakan secara jelas kejadian tindak pidana pengerusakan tersebut. “Sekira pukul 11.30 wib, saya ditelepon oleh suami saya dan memberitahukan bahwa papan bunga tersebut dirusak oleh orang dan mengakibatkan kayu penyangga papan bunga tersebut patah. Kemudian saya menelepon karyawan yang memasang papan bunga tersebut untuk dirapikan dan dipasang kembali di dalam Polres dengan berkata ‘kita ini pelayan kita tunaikan kewajiban kita dan kasih hak orang, orang pesen sama kita ya kita pasang’,”
Keterangan itu sagat berbeda dengan apa yang disampaikan oleh saksi Zainudin bin Zainal Arifin dalam BAP-nya nomor 13 yang menerangkan bahwa “Saat itu saya merasa takut untuk memasang kembali karangan papan bunga tersebut dan saat itu saudara Hengki Saputra langsung melaporkan kejadian tersebut kepada saudari Wiwik dan saudari Wiwik memerintahkan saya dan saudara Hengki Saputra untuk pulang dan membawa karangan papan bunga yang dirobohkan oleh pelaku tersebut. Dan diketahui saat perobohan itu sekira pukul 09.30 wib.”
2. Wiwik dalam BAP No. 19 ditanyakan tentang berapakah kerugian materil yang dia alami dan adakah dampak psikis terhadap yang bersangkutan atas peristiwa tersebut. Dia menjawab, “Dapat saya jelaskan kerugian yang saya alami dari kejadian tersebut sebesar kurang lebih 6 juta rupiah sedangkan dampak psikis awalnya ada trauma karena sering ditelepon orang tidak dikenal tapi sekarang sudah tidak ada lagi”.
Pernyataan itu sangat berbeda dengan kesaksian di persidangan yang menerangkan bahwa dari kejadian itu Wiwik Sutinah mengalami kerugian yang dikarenakan kayu penyangga papan bunga patah dan bunga bertaburan, dan aset dia untuk buat papan bunga total pembuatan kurang lebih 6 juta rupiah. Wiwik Sutinah tidak menyebutkan kerugian kayu penyangga yang telah dirusak. Dan yang anehnya, dia malah hanya bisa menunjukkan bukti pembayaran yang ditunjukan oleh JPU ke Majelis Hakim yang jumlahnya hanya sebesar Rp. 350.000 x 2 papan bunga, total Rp. 700.000 (tujuh ratus ribu rupiah).
Lebih aneh lagi, Wiwik Sutinah mendadak mengatakan, “Dalam sidang RJ sudah saya sampaikan atas kerugian 6 juta rupiah tersebut, namun sampai dengan hari ini tidak ada yang mengganti kerugian itu padahal saya tunggu-tunggu, namun tetap tidak ada yang ganti kerugian saya”.
Pernyataan itu terlihat gelantur alias bohong, karena dalam sidang RJ (Restorative Justice) yang digelar secara terbuka di Gedung Kejari Lampung Timur, banyak sekali hadirin yang menyaksikan, sangat jelas saat itu Wilson Lalengke, Edi Suryadi dan Sunarso yang dengan sungguh-sungguh meminta maaf dan siap mengganti berapapun kerugian secara materi maupun non materi. Dan hal itu juga sempat dipertegas oleh Kepala Kejari, Ariani, SH, MH, yang dengan berulang-ulang mengatakan kalau memang ada kerugian yang harus dibayar oleh tersangka, para tersangka akan mengganti berapapun, coba difikirkan kembali untuk berdamai.
Namun pada saat RJ itu Wiwik Sutinah dengan angkuhnya, seakan orang tersuci di dunia, kembali menyampaikan dengan tegas bahwa permintaan maaf tersangka dimaafkan tetapi proses hukum harus tetap berjalan atau diteruskan. Dan, tidak ada perkataan atau ucapan yang meminta kerugian untuk diganti.
Pernyataan yang terlihat ngelantur yang direkayasa alias bohong dari saksi korban Wiwik Sutinah binti Slamet itu menunjukkan seolah-olah sumpah dalam BAP dan sumpah di persidangan dianggapnya hanya sebuah lelucon belaka. Dia tidak menyadari, walau sudah diingatkan Majelis Hakim, bahwa ada konsekwensi ancaman pidana 9 tahun terhadap setiap orang yang bersaksi bohong di bawah sumpah di persisangan.
Terpisah, saat dikonfirmasi oleh awak media melalui telepon, tim kuasa hukum Wilson Lalengke yang diketuai Advokat Ujang Kosasih, SH, didampingi rekannya, Advokat Heryanrico Silitonga, SH, CLA, CTA, mengatakan akan melaporkan kedua saksi itu ke polisi. “Kami sedang mengkaji lebih dalam dan dipastikan sesegera mungkin kami akan laporkan oknum polisi Syarifudin bin Ahmad Junaidi dan Wiwik Sutinah binti Slamet atas keterangannya yang diduga kuat palsu atau bohong sebagaimana diatur dalam Pasal 242 KUHP,” ucap pria kelahiran Banten itu. (Narso/Red)