PONTIANAK– Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong percepatan realisasi anggaran di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Barat (Kalbar) untuk mendongkrak perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Tim Inspektorat Jendral (Itjen) Kemendagri dan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) melakukan monitoring, evaluasi (monev) dan asisten ke Kalbar, Rabu (10/08/22).
Tim Kemendagri terdiri dari Irjen Kemendagri Tomsi Tohir, Dirjen Bina Keuangan Daerah Agus Fatoni, Kapuspen Benni Irwan, Inspektur Wilayah IV Arsan Latief, Direktur Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Maurits Panjaitan, Plh. Direktur Perencanaan Anggaran Daerah Muhamad Valiandra dan Tim Teknis Ditjen Bina Keuangan Daerah.
dan Tim teknis Ditjen Bina Keuangan Daerah.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Agus Fatoni mengatakan, berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) hingga 8 Agustus 2022 pukul 18.00 WIB dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuda, realisasi belanja di Kalbar pada masing-masing kabupaten/kota masih rendah. Tertinggi ada di Kabupaten Kubu Raya sebesar 36,68 persen, disusul dengan Kota Pontianak 33,05 persen, Kabupaten Ketapang 32,39 persen, Kabupaten Melawi 31,87 persen. Sementara untuk tingkat Provinsi Kalbar, persentase realisasi belanjanya sebesar 31,29 persen. Paling rendah Kabupaten Sintang 4,83 persen.
“Menjadi perhatian pemerintah, Bapak Presiden, Ibu Menkeu, dan juga Bapak Mendagri sangat concern (akan hal) ini (untuk) mendorong agar belanja daerah ini bisa cepat terealisasi, sehingga bisa mendongkrak ekonomi (perekonomian) dan juga bisa mensejahterakan masyarakat,” kata Fatoni dalam Rapat Koordinasi Percepatan Realisasi Anggaran di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar, Rabu (10/8/2022).
Fatoni memaparkan, Kemendagri mencatat sampai dengan tanggal 8 Agustus 2022 pukul 18.00 dari LRA, rata-rata realisasi belanja untuk provinsi sebesar 40,16 persen. Data realisasi belanja tertinggi diraih oleh Provinsi Jawa Barat dengan angka sebesar 55,90 persen, kemudian Bengkulu 51,50 persen, Jawa Timur 48,82 persen, Lampung 45,67 persen, dan Sulawesi Barat 45,14 persen.
“Sementara kalau kita lihat dari bawah yang terendah, itu ada Maluku Utara yang baru 19,64 persen, kemudian Papua Barat 21,54 persen, Maluku 21,93 persen, Kalimantan Utara 29,97, Sulawesi Tenggara 30,78, Papua 31,23, dan Kalimantan Barat 31,29 persen,” terangnya.
Fatoni menjelaskan, saat belanja pemerintah daerah macet ibarat penyakit komplikasi, yang akan berdampak terhadap menurunnya daya beli masyarakat karena uang tidak beredar dimasyarakat dan mandeknya perbaikan pelayanan. Dampak lainnya, pelaksanaan pembangunan menjadi tidak berjalan, hingga kegiatan peningkatan kesejahteraan masyarakat tertunda.
“Hari ini sesuai dengan arahan Bapak Mendagri kami dari Kemendagri turun tim lengkap untuk bisa mendengar, melakukan fasilitasi dan asistensi bagaimana agar percepatan (realisasi anggaran) ini bisa dilaksanakan,” tandasnya.